Hikayat; Raja Kafir Masuk Islam

Abdullah Alyafi’i menyebut dalam dalam kitab Raudhurrayahin, bahwa di zaman dahulu ada seorang raja kafir yang sangat menentang Tuhan, maka ia diperangi oleh kaum muslimin, sehingga tertawanlah ia, lalu raja-raja muslimin sepakat untuk membunuh raja itu. Lalu dibuatkan suatu genuk besar dan di nyalakan api dibawahnya, lalu raja tersebut diletakkan dalam genuk itu agar ia tetap merasakan siksa itu, dalam keadaan demikian ia berdoa kepada tuhan-tuhan (dewa-dewa)nya satu persatu, “Hai dewa (tuhan), saya hanya menyembah kepadamu maka selamatkan aku dari bahaya ini”.



 Selengkapnya…

Hikayat; Uskup Nashrani dan Jin Mukmin

Imam Syafi’i (Muhammad bin Idris) berkata: Saya telah melihat seorang uskup kristen thawaf di Ka’bah, maka saya tanya padanya, “Apakah yang menyebabkan kamu meninggalkan agama ayah-ayahmu (Nashrani)?”, jawabnya, “Saya telah mendapat ganti yang lebih baik (Agama Islam)”. “Bagaimana kejadiannya?”, dia menjawab, “Ketika saya sedang berlayar dengan sebuah kapal di tengah laut, tiba datang ombak yang sangat besar sehingga menenggelamkan kapal, dan saya dapat selamat dengan bantuan sebuah papan yang dibawa arus gelombang kesana kemari hingga saya terdampar disebuah pulau.



 Selengkapnya…

Penting untuk diketahui!!

Ketahuilah! Bahwa arti iman pada Allah itu, percaya bahwa Allah itu satu (tunggal) tiada yang menyamaiNya Dzat atau Sifat-sifatNya, dan tidak ada sekutu bagiNya dalam kekuasaanNya, ketuhananNya. Juga percaya bahwa Allah itu dahulu tidak ada mulaNya, dan kekal tidak ada kesudahanNya.



 Selengkapnya…

Penting untuk diketahui!!

Ketahuilah !!! , bahwa disyaratkan bagi tiap orang kafir yang akan masuk islam harus mengucapkan dua kalimat syahadat, tetapi tidak diharuskan mengucap: Asyhadu, yang berarti cukup jika mengucap: La ilaha illallah Muhammadur rasulullah. Demikian penjelasan dalam kitab Arraudhah. Tetapi ulama muta’akhirin menyatakan bahwa kalimat itu menjadi syarat, sebagaimana keterangan dalam kitab Al-Ubab, sehingga tanpa kalimat Asyhadu atau A’lamu belum dapat dianggap sebagai muslim.



 Selengkapnya…

BAB IMAN

Firman Allah s.w.t: “Hai semua manusia sembahlah Tuhanmu, yang menjadikan kamu dan menjadikan orang-orang yang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa. Yang menjadikan untukmu bumi sebagai hamparan, dan langit sebagai atap dan menurunkan dari langit air, kemudian mengeluarkan dengan air itu berbagai macam buah (makanan) sebagai rizqi untukmu. Karena itu maka kamu jangan mempersekutukan Allah dengan apapun, padahal kamu mengetahui, (Bahwa Allah itu tidak bersekutu dan tidak berbandingan, sebab Dia pencipta sedang semua yang lainNya dicipta olehNya, sebab Tuhan itu hanya yang menjadikan, mencipta, dan bukan yang dijadikan, diciptakan)”.[QS. Al-Baqarah 21-22].





Firman Allah dilain ayat: “Dan siapa yang tidak percaya pada Allah dan Rasul (utusan)Nya maka Kami sediakan untuk orang-orang kafir itu neraka sa’ir (api yang sangat panas)”. [QS Al-Fath :13].

 Selengkapnya…

Muqadimah

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIEM.





Alhamdulillah. Segala puji bagi Allah yang menuntun kami kepada amal taat dan melarang dari maksiat, dan aku bersaksi bahwa tiada Tuhan kecuali Allah, dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad utusan Allah, sebagai pengakuan terhadap kenabiannya. Kemudian shalawat dan salam atas Nabi yang diutus Allah untuk menuntun semua hamba (manusia), dan atas keluarga serta sahabatnya yang mengikuti petunjuk ajarannya.





Waba’du;



 Selengkapnya…

77 Cabang Iman- No. 3 Iman terhadap kitab-kitabNya

Iman akan kitab-kitab Allah, yaitu dengan membenarkan bahwasanya kitab-kitab yang telah Allah turunkan atas para Nabi-Nya adalah merupakan wahyu dari Allah swt, yang meliputi atas macam-macam hukum dan akhbar (berita)-Nya.

Tashawuf; Ilmu untuk menempuh perjalanan Akhirat

Murid (orang yang berkehendak) untuk mencapai kebahagiaan di Akhirat dengan menempuh jalan-jalannya, tidak pernah kosong dari enam golongan; Apakah dia seorang ‘Abid, ‘Alim, Muta’alim, Pengurus, Pekerja, atau Muwahhid yang mengabdi kepada Al-Wahid Ash-Shomad.

Selengkapnya….

Pasal 6. Adat

Adat atau kebiasaan yang menjadi landasan hukum Syara’ berta’rifkan sebagai berikut:
“Sambungan yang ada kaitannya antara penyebab (sebab) dan yang di sebabinya (musabab), karena sering terjadi serta sah gagalnya, dan tidak ada kemampuan untuk membuktikannya”.

Selengkapnya….