Tashawuf; Ilmu untuk menempuh perjalanan Akhirat

Murid (orang yang berkehendak) untuk mencapai kebahagiaan di Akhirat dengan menempuh jalan-jalannya, tidak pernah kosong dari enam golongan; Apakah dia seorang ‘Abid, ‘Alim, Muta’alim, Pengurus, Pekerja, atau Muwahhid yang mengabdi kepada Al-Wahid Ash-Shomad.

1. ‘Abid Yaitu orang yang hanya mementingkan dirinya untuk beribadah, tidak ada kesibukan sama sekali baginya selain beribadah kepada Tuhannya. Jika saja dia meninggalkan ibadahnya maka tentulah dia berdiam dalam kesia-siaan. Maka yang lebih pantas baginya adalah menghabiskan semua waktunya untuk beribadah dan menghadiri majlis-majlis dzikir.
Nabi saw bersabda, “Apabila kalian melewati taman-taman surga maka merumputlah”, Nabi di tanya, “Ya Rasulullah apa taman-taman surga itu?”, Nabi saw menjawab “yaitu perkumpulan majlis dzikir”. [HR. At-Tarmidzi]

2. ‘Alim Yaitu orang yang memberi manfaat kepada manusia dengan ilmunya, dengan jalan memberi fatwa, mengajar atau mengarang kitab-kitab ilmu. Jika memungkinkan baginya untuk menghabiskan waktunya didalam hal yang demikian, maka itu menjadi perkara (amal) yang paling utama baginya setelah mengerjakan sholat lima waktu beserta rawatibnya, dan dengan maksud serta tujuan untuk mempermudah menempuh jalan ke akhirat. Dan yang di maksud dengan ilmu di sini ialah ilmu yang membuat manusia tergiur dan cinta terhadap akhirat serta membuat mereka bertambah zuhud di dunia atau menjadi penolong bagi mereka untuk menempuh perjalanan akhirat, bukan ilmu yang membuat manusia cinta dan tergila-gila terhadap harta, pangkat/jabatan atau kekuasaan.

3. Muta’alim, Yaitu orang yang menimba ilmu dengan niat ikhlas karena Allah. Maka kesibukannya di dalam belajar ilmu itu lebih utama daripada dia menyibukkan dirinya di dalam berdzikir dan amalan-amalan sunnat mutlak. Akan tetapi dia tidak boleh melupakan wirid (yang merupakan bagian dari dzikir) pada setiap harinya, karena yang demikian itu lebih menolong untuk mempermudah menghasilkan ilmu, insya Allah. Namun jika dia termasuk orang yang masih sangat awam maka hadir di majelis taklim atau majelis ilmu itu lebih utama baginya daripada menyibukan dirinya dengan wirid.
Berkata Ka’ab Al-Ahbar r.a “Jika seandainya pahala majelis ilmu diperlihatkan kepada manusia, maka pasti mereka akan saling bunuh-membunuh untuk mendapatkannya, hingga setiap orang yang mempunyai urusan/jabatan akan meninggalkan urusan/jabatannya, dan setiap pedagang akan meninggalkan pasar/tokonya.
Dan berkata Umar bin Khattab r.a “Sungguh seseorang keluar dari rumahnya sedangkan atasnya segala macam dosa seperti gunung Tuhamah, lalu dia mendengarkan ucapan ulama (datang ke majelis ilmu) lalu merasa takut kepada Allah dan bertaubat atas dosa-dosanya , lalu dia pulang ke rumahnya dengan tanpa ada dosa sedikitpun atas dirinya. Maka janganlah kalian berpisah dengan majelis-majelis ulama, karena sesungguhnya Allah azza wa jalla tidak menciptakan tempat di atas permukaan bumi yang lebih mulia dari majelis ‘ulama (majelis ilmu)”.
Kesimpulannya bahwa menghadiri majelis ilmu dan mendengarkan nasehat-nasehat ulama disertai dengan hati yang zuhud itu lebih mulia dan bermanfaat daripada melaksanakan rakaat demi rakaat shalat tapi dibarengi dengan hati yang tamak terhadap dunia.

Bersambung….

TANWIRUL QULUB

  1. No trackbacks yet.

Tinggalkan komentar